Saturday, March 23, 2013

review psikologi kognitif 4


Hai hai hai kembali lagi nih dengan saya Nada, dalam acara review psikologi kognitif. Ok kali ini saya akan berbagi cerita tentang permasalahan kognisi anak. Yuk kita simak penatarannya....

Down Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.  Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.

Kromosom adalah merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat bahan-bagan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang. Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi.  Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat.  Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom.Keadaan ini boleh melibatkan kedua-dua jantina (lelaki dan perempuan).
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta penderita down syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia. Analisis baru menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak bayi dilahirkan dengandown syndrome dibanding 15 tahun lalu.  Karena merupakan suatu kelainan yang tersering yang tidak letal pada suatu kondisi trisomi, maka skrining genetik dan protokol testing menjadi fokus dibidang obstetri. Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung 30-40%. atresia gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-50.Insidensnya pada Wanita yang hamil diatas usia 35 th meningkat dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 th semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.
Masalah Perkembangan Belajar 
Down syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan akal. Pada peringkat awal pembesaran mereka mengalami masalah lambat dalam semua aspek perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motor halus dan bercakap. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya berjaya melakukan hampir semua pergerakan kasar.
§  Gangguan tiroid
§  Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
§   Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)
§  Penderita DS sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi. Penanganan alergi pada penderita DS dapat mengoptimakan gangguan yang sudah ada.
§  44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.

Ada lagi nih guys masalah kognisi anak yang berkaitan dengan pola lingkungan mereka sehari-hari baik di sekolah maupun dirumah, seperti:

A (29 th), sangat kreatif dalam menakut-nakuti anaknya (4 th). “Jangan main di kamar mandi, nanti digigit kecoa. Jangan keluar rumah sendirian, nanti diculik hantu blau. Ayo cepat tidur, nanti tokeknya datang, kamu digigit.”
·         N, kelas 1 SD, kerap pulang sekolah dengan perasaan sedih. Ibu A, gurunya, sering mengatainya pemalas, pelupa dan jorok saat N pilek.
·         Bermaksud memotivasi anak, M sering mencela anaknya, “Memangnya kamu bisa? Kamu itu bisanya apa, sih? Ini nggak bisa, itu nggak bisa! Paling pintar nangis.” M juga sering mamarahi anaknya di tempat umum.

Dengan perkataan-perkataan seperti itu kita tidak sengaja membentuk pola pemikiran anak-anak guys. Coba kita lihat pada contoh kasus diatas, kita bisa lihat usia anak itu adalah 4-7 tahun, dan pada saat itu pula kemampuan kognisinya baru mencapai pada tahap Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun) yang baru bisa menggunakan keterampilan berbahasanya, merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar, menggunakan penalaran intuitif bukan logis dan bersifat egosentris.

Bayangin aja guys kalo kita tetap menggunakan perkataan-perkataan tersebut saat bermaksud mendidik adik/anak kita nanti, akan seperti apa mereka kedepannya?

Terimakasih......

Friday, March 15, 2013

review psikologi kognitif 3


halloooo sahabat-sahabat semua, bertemu lagi dengan saya Nada dalam acara review psikologi kognitif. kembali saya akan mereview hasil perkuliahan saya pada 11 maret 2013 kemarin. sambil ditemani lagu Locked Out of Heaven dari Bruno Mars, saya menulis blog ini dengan penuh semangat (lebay dikit hehe). di perkuliahan kemarin kita membahas perkembangan neorokognitif nih guys, yang sebagian besar menggunakan teorinya Jean Pigaet. nah, langsung aja yuk kita liat pembahsannya, cekidot....

Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama seiring pertambahan usia:
·         Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
·         Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
·         Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
·         Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Periode sensorimotor 
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spasial penting dalam enam sub-tahapan:
a.     Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
b.     Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c.      Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d.     Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
e.     Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
f.      Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

Periode Praoperasional
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

Periode Operasional Konkrit
Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
1.       Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
2.        Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain.
3.       Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya.
4.       Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
5.       Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut.
6.       Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).

Tahap Operasional Formal
Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

nah, sekarang udah pada tau kan gimana tahap-tahap perkembangan anak. bisa di lihat ya guys dari tahap-tahap perkembangan anak di atas, bahwa tafsiran apa yang di lihat dan di dengar anak akan di jadikan mindset untuk kedepannya dan ini juga bisa jadi komitmennya dia. makanya sebisa mungkin kita memberikan contoh yang baik ya guys sama adik-adik atau anak kita nantinya.

Thursday, March 7, 2013

review psikologi kognitif 2


Ok guys welcome back with me Nada Salsabila, di acara review psikologi kognitif part 2. Ok disini kita akan mereview hasil perkuliahan saya pada hari senin tanggal 4 maret 2013. Kemarin kita ngebahas tentang sejarah psikologi kognitif dan neuro kognitif nih guys, tapi yang presentasi bukan dosennya guys melainkan kita sebagai mahasiswa yang presentasi (serasa jadi dosen kita presentasi di depan haha). Yaaa, walaupun dengan perasaan yang lumayan deg-degan, akhirnya kita bisa presentasi di depan. Nah, ini guys hasil yang saya dapatkan dari perkuliahan kemarin. Cekidot.......

Sejarah psikologi kognitif
Awalnya para ahli tulisan Mesir Kuno bilang nih guys bahwa pengetahuan berkedudukan di
jantung, nah Aristoteles juga setuju guys atas pendapat itu, tapi Plato engga setuju guys dia berpikiran bahwa pengetahuan adanya di otak.

Pada abad ke 18, ada dua pemikiran nih tentang pembentukan gagasan internal (dalam pikiran). Yang pertama adalah perwujudan internal dibentuk berdasarkan aturan yang jelas (ada hukumnya). Kedua, perwujudan serta pengalihan gagasan internal membutuhkan waktu dan usaha.
Ada yang dipimpin oleh Wundt di Jerman dan oleh Titchener di Amerika Serikat yang menekankan pada struktur perwujudan mental tapi ada juga Brentano di Austria yang menekankan pada proses atau perbuatan. Brentano beranggapan bahwa wujud internal adalah sesuatu yang statis dan tidak perlu dipelajari. Studi kerja kognitif menurut Bretano adalah membandingkan, menilai, dan merasakan sebagai objek studi yang tepat.

Nah dari ide ini nih guys, psikologi semakin bergeser menuju ke arah lahirnya
behavioristik yang berpendapat bahwa perilaku yang dapat diamati yang dapat
dipelajari. Tapi, di Perang Dunia II minat pada studi  kognisi kembali lagi nih guys. Studi dibutuhkan untuk menjawab bagaimana prajurit memusatkan perhatian dengan lebih baik di penglihatan maupun di pendengaran guys.


Terakhir, tahun 1967, baru deh peluncuran buku Cognitive Psychology oleh Ulric Neisser menjadi gong dimulainya cabang baru dalam psikologi.

Ok itu dia sejarah singkat perkembangan psikologi kognitif guys. Lanjut ke pembahasan berikutnya, yaitu tentang neurokognitif. Kalo ngomongin neurosains kognitif pastinya yang kebayang di otak kita itu tentang saraf-saraf di dalam otak dan pikiran kedua kita pasti “sulit” ya kaann? Tapi tenang aja guys kalo kita belajar dengan sabar pasti kita bisa kok hehehe. Ok langsung aja kita masuk ke pembahasan tentang neurokognitif. Cekidot.....

Neurosains kogntif adalah perkembangan sebuah disiplin ilmu yang menggabungkan psikologi kognitif dengan neuronsains. Nah awalnya kata “neurosains kognitif” ini di buat oleh George Miller dan Michael Gazzaniga di kursi belakang sebuah taxi saat mereka dalam perjalanan menghadiri acara makan malam (bukti banget ya teman ide bisa datang kapan aja hehe).

Pada abad 16, seorang filusuf asal Perancis, Descartes penasaran dengan cara tubuh bergerak. Descartes melakukan percobaan dengan mendekatkan tangannya dengan api, rasa panas yang ia terima memberikan sebuah perkiraan bahwa adanya semcam “benang” yang menghubungkan tangan dengan otaknya.

Sistem Saraf Pusat

Kita pasti tau ya guys klo CNS kita itu terdiri dari saraf tulang belakang dan otak. Tapi, disini kita lebih membahas otak guys. Nah, unsur dasar pembetuk CNS ini adalah neuron guys, yaitu sel khusus yang mengirimkan informasi sepanjang sistem saraf dan di dalam tubuh manusia ini di perkirakan ada 100 miliar neuron guys. Banyak kan?

Pada setiap saat, sejumlah besar neuron kortikal berada dalam kondisi aktif dan di asumsikan bahwa fungsi-fungsi kognitif seperti persepsi, berpikir, kesadaran dan memori, semuanya di laksanakan dengan penembakan neuron-neuron secara serempak sepanjang jaringan neuron yang rumit itu. Waw solid banget ya guys neuron-neuron kita? Mantap deh neuron kita.

Ini adalah struktur dan fungsi dari neuron kita yang solid itu guys


  1. Dendrit : menerima impuls neural dari neuron lain.
  2. Tubuh sel : menjaga kondisi dasar neuron
  3. Akson : menghubungkan tubuh sel dengan sel-sel lain melalui  persimpangan yang disebut sinapsis.
  4. myelin : sebagai insulator untuk mempercepat transmisi impuls neural.
  5.  Terminal prasinaptik : bersama-sama dendrit membentuk sinapsis.
Nah, di otak kita juga ternyata memiliki 2 hemisfer guys, yakni hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Ya walaupun bentuk mereka sama tapi fungsinya jauh berbeda guys. Contohnya, hemisfer kiri memiliki fungsi khusus di bidang bahasa, konsep, analisis, dan klasifikasi. Kalau hemisfer kanan memiliki fungsi khusus juga guys seperti dalam bidang seni atau musik, pemrosesan spasial, pengenalan wajah dan bentuk, mengenali arah jalan, dan berpakaian.

Nah, untuk meniliti tentang neurosains kognitif ini para ilmuwan menggunakan peralatan neurosains guys seperti: EEG, CTScan, PET, fMRI, dan MEG

Ok, sampai disini dulu ya guys pembahasan singkat kita, semoga bermanfaat.....